11 Agustus 2024

Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung

Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung
Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung(2022)

Bedhaya Ladrang Mangungkung merupakan sebuah tarian klasik yang tercipta pada tahun 2013. Bedhaya ini dipersembahkan menjadi Yasan Dalem K.G.P.A.A. Mangkoenagoro X yang dikukuhkan pada tanggal 12 Maret 2022. Tarian ini dibawakan oleh tujuh orang penari perempuan. Bedhaya Ladrang Mangungkung menceritakan tentang sepak terjang pasukan elit estri (perempuan) yang dibentuk oleh Pangeran Samber Nyawa di masa perjuangan melawan Kompeni Belanda dan pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro I di Mangkunegaran.


Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung mengalami proses penyempurnaan gerakan tari, pola lantai, kostum, dan notasi gending dalam perkembangannya. Gerakan Bedhaya Ladrang Mangungkung merepresentasikan latihan perang pasukan estri (perempuan) yang tangguh namun tetap tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan. Gerakan tari ini memperlihatkan kegagahan, keberanian, ketangkasan, dan kemahiran dalam memainkan wedung (sejenis pisau).


Kostum Beksan Bedhaya Ladrang Mangungkung bagian atas mengenakan dodot prajuritan. Kain dodot lurik berwarna merah dengan motif dom kecer. Motif dom (jarum) memiliki makna meskipun kecil tetapi sangat tajam dan warna merah menyimbolkan keberanian.


Kostum bagian bawah menggunakan kain samparan hitam dengan tepi bermotif untu walang berwarna putih. Motif untu walang yang berbentuk seperti ujung tombak dimaknai sebagai simbol senjata. Warna hitam pada kain melambangkan ketenangan dan kekuatan tekad. Perpaduan warna kain samparan hitam dengan motif putih disebut bangun tulak, maknanya segala sesuatu tidak hanya ada yang membangun dan mendukung, tetapi ada pula yang menolak. Pada karya ini, perpaduan warna tersebut disimbolkan sebagai suatu harapan agar apapun yang dicita-citakan mendapat dukungan untuk mewujudkannya.


Sampur atau selendang yang digunakan penari berwarna putih dengan ujung warna merah bermotif untu walang. Warna putih melambangkan kesucian dan ketulusan. Perpaduan warna merah pada sampur dan motif berwarna putih disebut gula klapa yang artinya kesuburan dan pertumbuhan. Sehingga perpaduan warna ini bermakna apapun yang dicita-citakan selalu tumbuh dan berkembang. Perpaduan dodot merah dan samparan hitam dinamai alas kobong sebagai lambang berkobarnya semangat untuk mewujudkan cita-cita. Selain itu, terdapat alat peraga yang digunakan penari yaitu sebuah wedung kecil sebagai alat perang dengan untaian bunga melati.


Penari memakai perhiasan sebuah cunduk mentul yang menghadap ke belakang. Para penari juga memakai cunduk jungkat, giwang, kalung penanggalan berbentuk wulan tumanggal, dan gelang. Mereka memakai sanggul pandhan dengan hiasan mata melok, penetep untaian melati, tusuk konde kecil kiri kanan, dan sinthingan bunga kantil dua pasang di kiri kanan.


Sanggul yang digunakan adalah model gelung gedhe dengan hiasan untaian bunga melati model mata melok sebagai lambang agar dapat melihat apa yang terjadi di belakang. Untaian melati sebagai lambang penangkis serangan dari belakang dan sinthingan digunakan sebagai penghias sanggul.


Cunduk jungkat disebut dengan Wulan Tumanggal karena berbentuk seperti bulan sabit, menegaskan bahwa kehidupan di dunia hanya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cunduk mentul ditancapkan di atas sanggul menghadap ke belakang bermakna memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalung berbentuk bulan sabit bermakna sama dengan cunduk jungkat. Giwang dan gelang sebagai perhiasan pelengkap rias busana.


Konsep penyusunan Bedhaya Ladrang Mangungkung Yasan Dalem K.G.P.A.A. Mangkoenagoro X dapat dimaknai sebagai bentuk konkrit Pura Mangkunegaran dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan khususnya beksan gaya Mangkunegaran.


Lainnya yang serupa