1 Agustus 2024

Nilai-Nilai Luhur Tari Gaya Mangkunegaran

Nilai-Nilai Luhur Tari Gaya Mangkunegaran
Tari Srimpi Bandelori tari gaya Mangkunegaran (2017)

Tari gaya Mangkunegaran sebagai warisan budaya adiluhung memiliki banyak nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur tersebut berkaitan dengan identitas budaya, jati diri, dan makna filosofis dalam kehidupan manusia. Inilah yang membuat tari gaya Mangkunegaran menjadi sebuah warisan budaya yang tak ternilai harganya.


Karakteristik tari gaya Mangkunegaran terbentuk dari perpaduan antara tari gaya Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini tampak pada pola-pola gerak dan pelaksanaan geraknya. Konsep yang digunakan pada kedua gaya tari tersebut adalah konsep Joged Mataram yang berasal dari Yogyakarta dan konsep Hastha Sawanda dari Surakarta.


Konsep Joged Mataram terdiri dari empat prinsip, yaitu:

  1. Sewiji atau sawiji, konsentrasi total tanpa menimbulkan ketegangan jiwa;
  2. Greget, mengandung dinamika yang artinya semangat untuk mengekspresikan kedalaman jiwa pada gerak dengan pengendalian sempurna;
  3. Sengguh, percaya pada kemampuan sendiri tanpa adanya kesombongan;
  4. Ora mingkuh, sikap pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan dan melakukan apa yang telah disanggupi dengan penuh tanggung jawab serta keteguhan hati.
Tari-Langendriyan-Puro-Mangkunegaran.jpg

Konsep Hastha Sawanda terdiri dari delapan prinsip, yaitu:

  1. Pacak, kemampuan fisik penari yang sesuai dengan bentuk dasar;
  2. Pancat, gerak peralihan yang diperhitungkan secara matang sehingga nyaman saat dilakukan;
  3. Ulat, pandangan mata dan ekspresi wajah yang sesuai dengan kualitas, karakter peran, serta suasana yang diinginkan;
  4. Lulut, gerak yang sudah menyatu dengan penari, seolah-olah tanpa dipikirkan lagi di luar kontrol pribadinya sebagai satu keutuhan tari;
  5. Luwes, kualitas gerak yang sesuai dengan bentuk dan karakter tari yang dibawakan, sehingga dapat menyentuh hati penonton;
  6. Wiled, variasi gerak yang dikembangkan berdasarkan gerakan yang sudah ada dan kemampuan penari;
  7. Irama, hubungan gerak dengan iringan dan alur tari secara keseluruhan;
  8. Gendhing, penguasaan karawitan tari yang meliputi bentuk-bentuk gendhing, pola tabuhan, rasa lagu, irama, tempo, rasa seleh, kalimat lagu, dan penguasaan tembang beserta vokalnya.
Tari-Gambyong-Puro-Mangkunegaran.jpg

Terdapat beberapa jenis tari gaya Mangkunegaran yang populer, di antaranya:

  • Bedhaya, tarian sakral yang biasanya ditampilkan dalam upacara adat atau penyambutan tamu kehormatan.
  • Srimpi, tarian yang menggambarkan kecantikan dan kelembutan wanita.
  • Langendriyan, tarian yang berbentuk drama tari, biasanya penari menyayikan tembang macapat sebagai dialognya.
  • Wireng, tarian yang bertema keprajuritan.

Tari jenis wireng berkembang lebih beragam dalam bentuknya. Wireng sangat menonjol pada masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV (1853-1881). Hal ini dapat dilihat dari adanya 41 tari wireng yang diciptakan pada masa itu. Tari jenis ini diciptakan berdasarkan cerita Mahabharata dan Wong Agung Menak. Contoh tari wireng yang bersumber pada cerita Mahabharata atau Wayang Purwa, yaitu Gatotkaca Dadung Awuk, Mandra Asmara, Mandrarini, Mandra Kusuma, Srikandhi Larasati, Gatotkaca Antasena, Werkudara Baladewa, dan Wirapratama.


Setiap tari selalu mempunyai nilai dan makna yang berbeda, tetapi penekanannya selalu pada kebenaran dan kebaikan. Nilai-nilai inilah yang penting untuk diimplementasikan dalam membentuk karakter yang kuat dan budi pekerti yang luhur.


Lainnya yang serupa