Pendidikan di Mangkunegaran Awal Abad ke-20
Pendidikan bagi bumiputera di Surakarta berkembang pesat pada awal abad ke-20. Hal tersebut tak lepas dari munculnya Politik Etis, yaitu gagasan untuk memajukan kesejahteraan penduduk asli Hindia Belanda melalui edukasi, irigasi, dan emigrasi. Pemimpin Mangkunegaran yang berkuasa saat itu adalah K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VI dan dilanjutkan oleh K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII.
Sebelum memasuki abad ke-20 sudah banyak sekolah yang berdiri di Surakarta, namun hanya diperuntukkan kepada anak-anak orang Eropa, bangsawan, dan pengusaha besar. Rakyat kecil dan perempuan sangat termarjinalkan saat itu. Mangkunegaran di bawah naungan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VI berupaya mengurangi kesenjangan tersebut.
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VI mengatasi masalah tersebut dengan membangun fasilitas pendidikan, seperti Holland Inlandsch School Siswo (HIS Siswo). Beliau juga menggagas pendirian sekolah khusus putri yaitu Pawulangan Sisworini yang awalnya berfokus pada pendidikan kerumahtanggaan. Tidak hanya pendirian sekolah, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VI juga menggagas adanya Studiefonds, yaitu sebuah program beasiswa pendidikan untuk anak-anak yang berprestasi tetapi tidak memiliki biaya sekolah.
Upaya memajukan pendidikan di Surakarta dilanjutkan oleh K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII. Pada dasarnya, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII sendiri adalah pribadi yang sangat mengedepankan pendidikan, dapat dilihat melalui upayanya untuk bisa belajar hingga ke Belanda. Oleh karena itu, beliau memberikan banyak pengembangan terhadap kurikulum pendidikan bagi bumiputera di Surakarta ke arah yang lebih modern.
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII juga turut mengembangkan program Studiefonds dengan cara menambahkan harta pribadi sebagai salah satu sumber pendanaan sehingga semakin banyak anak-anak yang bisa mengenyam pendidikan. Beliau juga mendirikan Comissie van Advies, yaitu komisi yang khusus menangani Studiefonds sehingga program ini bisa berjalan secara optimal.
Di sisi yang lain, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII juga membangun relasi dengan para tokoh pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri sehingga memperoleh banyak inspirasi dan dukungan. Salah satunya adalah pertemuannya dengan penganjur Politik Etis dan tokoh pendidikan di Hindia Belanda, Theodor van Deventer yang menghasilkan kerjasama pendirian Sekolah Van Deventer di depan Pura Mangkunegaran. Sebelumnya, van Deventer telah mendirikan beberapa sekolah di kota lain dengan nama yang sama, De Van Deventerschool serta Kartinischool.
Pesatnya perkembangan pendidikan di Surakarta pada awal abad ke-20 tidak bisa dilepaskan dari munculnya Politik Etis. Mangkunegaran di bawah naungan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VI dan dilanjutkan oleh K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII turut mendukung gagasan yang mengedepankan rakyat dengan cara berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya bagi rakyat kecil dan perempuan. Upaya yang dilakukan antara lain mendirikan sekolah, pemberian beasiswa, serta membangun kerjasama dengan para tokoh pendidikan. Melalui cara ini, rakyat Surakarta mengalami peningkatan kualitas hidup dan mengurangi kesenjangan sosial dengan penduduk Eropa di Surakarta.