12 Agustus 2024

Perkebunan Teh Kemuning Mangkunegaran

Perkebunan Teh Kemuning Mangkunegaran
Petani sedang Memetik Daun Teh di Perkebunan

Wilayah perkebunan Kemuning merupakan salah satu tanah lungguh milik Mangkunegaran yang awal mulanya dibuka untuk perkebunan kopi pada tahun 1814. Wilayah perkebunan ini membawahi 24 afdeeling yang masing-masing afdeeling dipimpin oleh seorang administrator. Perubahan kebun kopi menjadi kebun teh bermula ketika sebagian tanah apanage disewakan kepada pengusaha asing, Waterink Mij dengan nama perusahaan NV. Cultuur Maatschappij Kemuning yang dipimpin oleh Johan De Wan Mescender Work. Lahan seluas 444 ha yang semula ditanami kopi berubah menjadi perkebunan teh.


Pada tahun 1862, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV menarik kembali tanah-tanah apanage (tanah jabatan sebagai gaji) di Mangkunegaran dan memberikan ganti rugi uang kepada para pemegang tanah apanage. Penarikan tanah tersebut bertujuan agar Mangkunegaran dapat mengelola tanahnya sendiri, namun tidak semua tanah apanage dapat ditarik. Pada saat penarikan kembali tanah-tanah apanage, terdapat keterbatasan dana dan sistem sewa tanah yang diberlakukan belum habis jangka waktunya. Terlebih lagi, tanah apanage milik kerabatnya (keturunan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro sebelumnya) merupakan warisan yang sebagian besar masih bersifat turun-temurun, termasuk juga wilayah Kemuning. Beberapa tanah apanage disewakan kepada swasta dan belum habis jangka waktunya.


Tahun 1942 ketika Jepang mulai menduduki Hindia-Belanda seluruh perusahaan dan perkebunan diambil alih, termasuk perkebunan teh Kemuning. Selama masa pendudukan Jepang, perkebunan teh Kemuning dialihfungsikan dengan ditanami tanaman palawija guna memenuhi kebutuhan pangan Pemerintah Pendudukan Jepang. Akibat pengalihfungsian lahan, kegiatan perkebunan harus terhenti dan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang sangat drastis.


Pasca kemerdekaan Indonesia, terjadi sengketa atas perkebunan teh Kemuning antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pengusaha swasta asing. Kepengurusan perkebunan teh Kemuning kemudian jatuh ke tangan Mangkunegaran, namun tetap di bawah pimpinan Perusahaan Nasional Surakarta. Perkebunan teh Kemuning dipimpin oleh Ir. Sarsito (1946) dan dibantu oleh beberapa wakil yang membantu dalam menjalankan perusahaan perkebunan teh.


Terjadinya Revolusi Sosial di Surakarta yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan kondisi sosial dan politik. Akibatnya, pada tahun 1948 perkebunan teh Kemuning ditarik dari Mangkunegaran dan dikuasai oleh Kodam IV Diponegoro. Akhir dari Revolusi Sosial yang terjadi di Surakarta menyebabkan swapraja tidak lagi memiliki kekuasaan atas kewilayahannya, sehingga seluruh tanah dan aset yang ada di dalamnya dinasionalisasi kecuali yang ada di dalam tembok istana. Perkebunan teh Kemuning dinasionalisasi dan kemudian dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) yang kini dikelola oleh perusahaan swasta.


Lainnya yang serupa