8 Agustus 2024

Seni Pertunjukan di Mangkunegaran (Bagian IV)

Seni Pertunjukan di Mangkunegaran (Bagian IV)
Tari Langendriyan (Sumber: Koleksi Reksa Pustaka)

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkoenagoro VII (1916-1942) melakukan banyak modernisasi di Mangkunegaran. Dalam bidang seni, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dikenal sebagai seniman kreatif serta penyokong utama dalam bidang drama dan tari tidak hanya pada kalangan istana, namun juga rakyat umum. K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk memajukan pendidikan dan seni.


Pada Langendriyan, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII membuat perubahan dengan menampilkan tujuh pemain atau dikenal dengan Langendriyan Pitu. Selain jumlah pemain yang bertambah, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII juga menyempurnakan tarian dan kostumnya, baik kombinasi warna maupun modelnya. Pengembangan Langendriyan masih berlanjut dengan mementaskan semua cerita (lakon) dari seri Damarwulan Ngarit sampai Pernikahan Ratu Ayu Majapahit dengan Damarwulan. Biasanya, pertunjukan dilaksanakan dari cerita demi cerita, kemudian tarian Menakjingga dipentaskan sebagai petilan (cuplikan).


Pada masa ini, pedoman joged (tari) gaya Mangkunegaran telah disusun. Selain itu, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII juga memberikan gamelan pada tiap-tiap kelompok di wilayah Mangkunegaran. Pemberian gamelan bertujuan untuk menyebarluaskan tari dan karawitan kepada seluruh rakyat Mangkunegaran. Banyak sekolah dan organisasi yang diberi seperangkat gamelan beserta pelajaran tentang tata cara nembang (menyanyi). Pada seni wayang, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII menciptakan lakon-lakon wayang baru, seni tatah sungging yang khas Mangkunegaran, dan penambahan lagu-lagu Jawa. Atas prakarsa yang dilakukan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII, seni pertunjukan wayang yang awalnya bersifat sakral dan istana-sentris mulai menyebar di kalangan rakyat. Demikian pula seni Waranggana yang merupakan pelengkap pertunjukan pewayangan turut dikembangkan.


Dalam upaya mengembangkan kebudayaan Jawa, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII telah aktif membangun hubungan dengan berbagai pihak untuk mempelajari masalah-masalah kolonial dan sosial. Maka, diadakan Kongres Kebudayaan Jawa di Surakarta yang kemudian menjadi permanen dengan didirikannya lembaga kebudayaan Jawa, Java-Instituut dan lembaga studi Cultuur-Wijsgeerige Studiekring (Lingkar Studi Filosofi Budaya). Dengan didirikannya lembaga studi untuk kebudayaan Jawa, pembicaraan mengenai kebudayaan Jawa mulai dari karya sastra, arsitektur, seni tari, permainan anak, dan lain sebagainya dapat dilakukan.


Pada masa pernikahan agung antara K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dengan Gusti Kanjeng Ratu Timur, rombongan seniman dari Mangkunegaran diikutsertakan ke Yogyakarta untuk bertukar pengalaman dalam bidang seni dan pertunjukan. Pada 6 September 1924, Wayang Orang Yogyakarta dipentaskan di Mangkunegaran. Hal tersebut merupakan wujud dari adanya kerja sama antara Krido Bekso Wiromo dengan Jong Java atas arahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII sebagai pelindung Jong Java. Pada Kongres Java-Instituut tahun 1924, atas dorongan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dipentaskan Bedhaya Harjuna Wiwaha di Pura Pakualaman. Pementasan ini menjadi kali pertama tarian sakral Mangkunegaran ditarikan di luar Pura Mangkunegaran.


Berkembangnya teknologi yang ada di lingkungan Mangkunegaran dijadikan sebagai wadah dalam pemasyarakatan budaya Jawa. Melalui media radio, setiap hari dikumandangkan seni karawitan (uyon-uyon), penyiaran pertunjukan wayang, diskusi-diskusi kebudayaan dan filsafat untuk didengarkan oleh masyarakat. Radio Mangkunegaran tidak hanya menjangkau daerah Surakarta, tetapi juga dapat didengarkan di Benua Eropa. Hal tersebut dibuktikan dengan terlaksananya penyiaran langsung gamelan dari Mangkunegaran untuk mengiringi tarian yang dibawakan oleh Gusti Nurul ketika menari di Belanda.


Goesti Nurul.jpg

Cita-cita K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII untuk menjadikan Mangkunegaran menjadi pelita bagi pengembangan kebudayaan Jawa telah menjadi kenyataan. Dengan adanya berbagai kegiatan tersebut, maka seni pertunjukan di Mangkunegaran telah mengalami penyebaran ke luar wilayah pura. Atas hal ini, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII berhasil mengembangkan kegiatan kesenian untuk dapat dipelajari dan dinikmati oleh masyarakat.


Lainnya yang serupa